Benarkah Orang Tua Nabi itu Non Muslim?
Kita
sering bertanya-tanya, benarkah kedua orang tua Nabi Muhammad itu non muslim.
Selanjutnya, logiskah kiranya kalau darah Nabi terlahir dari orang yang non
muslim yang bisa dibilang tidak suci. Kalau mau berargumen, bahwa Allah Swt
pasti mampu melakukan sesuatu kita pasti terima. Akan tetapi, apakah masuk
akal, bahwa seorang Nabi yang mulya itu kemudian dilahirkan dari seseorang yang
terkesan tidak baik, non muslim???
Kemudian,
dalam kitab suci Alquran, Allah Swt berfirman, “Dan kami tidak akan mengadzab (manusia) sampai kami mengutus
seorang Rasul kepada mereka” (QS. Al-Isra’ (17): 15).
Ayat
inilah yang dijadikan dasar adanya fatrah, yaitu masa kekosongan rasul
yang membimbing manusia, yaitu rentang waktu antara Nabi Isa dan Nabi Muhammad
Saw. karena itulah mereka terbebas dari tuntutan hukum.
Pertama,
Imam Asy-Sya’rawi (Asy-Sya’rawi, Tafsir
al-Sya’rawi, [Kairo: Akhbar Al-Yaum, 1997] vol. 14, 8421) menjelaskan, siksa
Allah hanya berlaku bagi manusia yang melanggar aturan agama yang dijelaskan
oleh utusan Allah. Dengan demikian, mereka yang tidak mendapat bimbingan Rasul
disebut “ahl al-fatrah” terbebas dari siksa Allah. Orang tua Nabi
termasuk dalam kelompok ini.
Kedua,
kurang logis orang-orang yang mengatakan bahwa
orang tua Nabi itu adalah kafir. Allah berfirman dalam kitab suci-Nya, “Dan
Allah (melihat) pergerakanmu di antara orang-orang yang bersujud” (QS.
As-Su’ara’ (26): 219).
Menurut
Ibnu Abbas (Abul Qasim Attabrani, Mu’jam Al-Kabir, [Kairo: Maktabah Ibnu
Taimiyyah, 1994] vol. 11, 326), ayat ini memantau perjalanan cahaya Nabi yang
berpindah secara estafet dari para Nabi sebelumnya yang selalu bersujud kepada
Allah sampai ke punggung Abdullah, sang ayah dan rahim Aminah, sang ibunda.
Tidak
ada satu pun Nabi yang orang tuanya yang menyekutukan Allah. Azar, bukanlah
ayah Nabi Ibrahim. Melainkan pamannya. Orang tua Nabi Saw adalah termasuk
penganut agama yang hanif, yang memegang teguh agama Nabi Ibrahim, sebagaimana
keimana Zaid bin Amr, Waraqah bin Naufal, dan lain-lain. Mereka bukan sama
sekali penyembah berhala.[1]
Nabi
bersabda, “Sungguh, Allah telah menciptakan makhluk dan menjadikan aku yang
terbaih dari mereka. Kemudian dari semua kelomok itu, Allah memilih aku dari
kelompok yang terbaik. Lalu, dari beberapa rumah (atau keluarga), Allah memilih
aku dari keluarga terbaik. Jadi, akulah manusia di antara mereka, dan dari
rumah atau garis keturunan yang terbaik pula” (HR. Tirmidzi 3607 dari Abbas
bin Abdul Muthalib).
Terkait
pemaknaan kata ‘abi’ belum tentu itu berarti ayah Nabi. Benar, Nabi pernah
ditanya oleh para sahabat, “Wahai Rasulullah, di mana ayahku kelak?” Rasul
menjawab, “di Neraka”. Ketika orang itu berpaling pergi, Rasulullah
memanggilnya, “ayahku dan ayahmu di Neraka” (HR. Muslim 347 dari Anas bin Malik).
Para
ulama ahlussunnah waljamaah mengartikan ‘abi’ pada hadis di atas denga ‘paman’.
Sebab, dalam tradisi Arab, paman biasa dipanggil abi. Nabi Ibrahim juga
memanggil Azar, pamannya dengan panggilan ‘abun’ atau ayah.[2]
Karena
itu, kesimpulannya, tidal logis bila Nabi yang merupakan makhluk termulya harus
menyaksikan ayah yang memancarkan sperma sehingga menjadi janin Muhammad, dan
ibunya yang melahirkan, berada di dalam Neraka.