Thursday, March 22, 2018

Benarkah Orang Tua Nabi itu Non Muslim? maka bacalah tulisan ini.

Benarkah Orang Tua Nabi itu Non Muslim?
Kita sering bertanya-tanya, benarkah kedua orang tua Nabi Muhammad itu non muslim. Selanjutnya, logiskah kiranya kalau darah Nabi terlahir dari orang yang non muslim yang bisa dibilang tidak suci. Kalau mau berargumen, bahwa Allah Swt pasti mampu melakukan sesuatu kita pasti terima. Akan tetapi, apakah masuk akal, bahwa seorang Nabi yang mulya itu kemudian dilahirkan dari seseorang yang terkesan tidak baik, non muslim???
Kemudian, dalam kitab suci Alquran, Allah Swt berfirman, “Dan kami tidak akan  mengadzab (manusia) sampai kami mengutus seorang Rasul kepada mereka” (QS. Al-Isra’ (17): 15).
Ayat inilah yang dijadikan dasar adanya fatrah, yaitu masa kekosongan rasul yang membimbing manusia, yaitu rentang waktu antara Nabi Isa dan Nabi Muhammad Saw. karena itulah mereka terbebas dari tuntutan hukum.
Pertama, Imam Asy-Sya’rawi (Asy-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’rawi, [Kairo: Akhbar Al-Yaum, 1997] vol. 14, 8421) menjelaskan, siksa Allah hanya berlaku bagi manusia yang melanggar aturan agama yang dijelaskan oleh utusan Allah. Dengan demikian, mereka yang tidak mendapat bimbingan Rasul disebut “ahl al-fatrah” terbebas dari siksa Allah. Orang tua Nabi termasuk dalam kelompok ini.
Kedua, kurang logis orang-orang yang mengatakan bahwa orang tua Nabi itu adalah kafir. Allah berfirman dalam kitab suci-Nya, “Dan Allah (melihat) pergerakanmu di antara orang-orang yang bersujud” (QS. As-Su’ara’ (26): 219).
Menurut Ibnu Abbas (Abul Qasim Attabrani, Mu’jam Al-Kabir, [Kairo: Maktabah Ibnu Taimiyyah, 1994] vol. 11, 326), ayat ini memantau perjalanan cahaya Nabi yang berpindah secara estafet dari para Nabi sebelumnya yang selalu bersujud kepada Allah sampai ke punggung Abdullah, sang ayah dan rahim Aminah, sang ibunda.
Tidak ada satu pun Nabi yang orang tuanya yang menyekutukan Allah. Azar, bukanlah ayah Nabi Ibrahim. Melainkan pamannya. Orang tua Nabi Saw adalah termasuk penganut agama yang hanif, yang memegang teguh agama Nabi Ibrahim, sebagaimana keimana Zaid bin Amr, Waraqah bin Naufal, dan lain-lain. Mereka bukan sama sekali penyembah berhala.[1]
Nabi bersabda, “Sungguh, Allah telah menciptakan makhluk dan menjadikan aku yang terbaih dari mereka. Kemudian dari semua kelomok itu, Allah memilih aku dari kelompok yang terbaik. Lalu, dari beberapa rumah (atau keluarga), Allah memilih aku dari keluarga terbaik. Jadi, akulah manusia di antara mereka, dan dari rumah atau garis keturunan yang terbaik pula” (HR. Tirmidzi 3607 dari Abbas bin Abdul Muthalib).
Terkait pemaknaan kata ‘abi’ belum tentu itu berarti ayah Nabi. Benar, Nabi pernah ditanya oleh para sahabat, “Wahai Rasulullah, di mana ayahku kelak?” Rasul menjawab, “di Neraka”. Ketika orang itu berpaling pergi, Rasulullah memanggilnya, “ayahku dan ayahmu di Neraka” (HR. Muslim 347 dari Anas bin Malik).
Para ulama ahlussunnah waljamaah mengartikan ‘abi’ pada hadis di atas denga ‘paman’. Sebab, dalam tradisi Arab, paman biasa dipanggil abi. Nabi Ibrahim juga memanggil Azar, pamannya dengan panggilan ‘abun’ atau ayah.[2]
Karena itu, kesimpulannya, tidal logis bila Nabi yang merupakan makhluk termulya harus menyaksikan ayah yang memancarkan sperma sehingga menjadi janin Muhammad, dan ibunya yang melahirkan, berada di dalam Neraka.



[1] Jalaluddin As-Suyuthi, Masalikul Humfa fi Walidail Musthafa, (Kaira: Darul Amin, 1993), 39-40
[2] Albaijuri, Tuhfatul Murid, (Kairo: Darussalam, 2002), 69.