Berfikir Positif Melalui Metode Kritik
Judul
Buku : Nalar Kritis
Epistemologi Islam
Penulis :
Dr. Aksin Wijaya, MA
Penerbit : Kalimedia
Cetakan : I, 2017
Tebal
Buku : xix + 271 hal.
Peresensi : Ashimuddin Musa*
Sebagai
buah dari hasil kreasi manusia, pemikiran tidak bisa dilepaskan dari ruang
kritik. Sebab setiap pemikiran merupakan anak zaman atau respon intelektual
penulis terhadap realitas yang dihadapinya, baik realitas sosial-politik maupun
keagamaan di mana orang-orang yang hidup di zaman tersebut merasa tidak puas
atas kondisi zaman yang terus berkembang, sementara hasil pemikiran bersifat
dinamis. Respon inilah yang menjadi alasan dia menulis.
Selanjutnya,
mengkritisi sebuah pemikiran bukan berarti kita kurang menghargai hasil pemikiran
orang lain, melainkan mengkritisi adalah tindakan konkrit untuk menemukan
kebenaran yang realistis. Sebab dengan kritik, dapat diketahui apakah gagasan
yang diusung oleh sang pemikir tersebut bisa dipertahankan sebagai kebenaran,
atau malah sebaliknya. Di sisi lain, dengan mengkritisi dapat menghadirkan
kembali kekayaan-kekayaan pemikir kritis yang hilang dari peredaran sejarah.
(hal: v) Selain untuk menghadirkan kembali kekayaan-kekayaan pemikiran kritis
tersebut, mengkritik di suatu sisi berfaidah dapat mengungkap secara otentik
biografi tokoh, sosial-budaya yang melingkupinya, dan realitas zaman di mana ia
hidup. (Hal: 7) Dengan refleksi otentik dari pengalaman sang tokoh inilah, akan
diketahui pada sisi yang mana kelebihan dan kekurangan tokoh tersebut.
Dr.
Aksin Wijaya, MA., melalui bukunya, “Nalar Kritis Epistemologi Islam,”
berusaha menghadirkan kembali secara kritis para kritikus muslim kepada para
pembaca, yang butir-butir pemikiran mereka, oleh Aksin, disampaikan secara apik
dan sangat detil serta dengan bahasa yang cukup sederhana sekali. Aksin
memandang penting menghadirkan kembali ke tengah-tengah kita butir-butir
pemikiran para kritikus muslim, yang terkadang oleh sebagian kalangan dinilai
kontroversial, terutama mereka yang berfikir progresif-liberal sebagai tertuduh
pendosa yang harus dieliminasi dari belantika pemikiran Islam Indonesia. Tanpa
harus melakukan verifikasi dan pembacaan lebih jauh lantas mengklaim bahwa dia
telah menodai Islam.
Sebelum
memulai penilaian pada hasil karya orang lain, apalagi sampai melakukan klaim
kebenaran, sembari menuduh sesat pihak luar yang bersebrangan dengan kelompok
kita, terlebih dahulu, tegas Aksin, harus menyelami proyek nalar interpretasi mereka
serta keilmuannya. Langkah ini menurutnya telah direpresentasikan sendiri oleh
Al-Ghazali. Ketika Al-Ghazali mengkritik kelompok mutakallimin, misalnya,
sementara dirinya berada pada posisi sebagai mutakallimin. Artinya, Al-Ghazali
terlebih dahulu menyelami kelompok kalam ini untuk mengetahui dan mendapatkan
penyegaran di dalamnya. Dari sana kemudian, Al-Ghazali menemukan sesuatu yang
cacat dari pandangan mereka, bahwa kelompok ini tidak memberikan kepuasan pada
dirinya, lantaran dalam berargumen, mereka menggunakan premis-premis lawan
untuk meyanggah argumen lawan polemiknya. Sedangkan tujuannya berargumen bukan
untuk menemukan kebenaran baru, melainkan untuk memuaskan dan menjatuhkan lawan
polemiknya. (Hal: 41)
Kami tegaskan kembali, bahwa tradisi kritik bukanlah perbuatan yang
keberadaannya baru muncul di era kekinian. Tradisi kritik sudah ada sejak
dahulu. Kebiasaan mengkritik itu dilakukan karena adanya keraguan yang
melingkupi tokoh yang lain sehingga ada rasa keingintahuan terkait
kebenarannya. Buku ini dihadirkan sebagai respon atas banyaknya tuduhan-tuduhan
yang kerap kali dialamatkan kepada kelompok-kelompok di luar yang tidak sama
dengan komunitas dan idiologinya. Sehingga, tindakan seperti itu, sebagaimana
disampaikan oleh Prof. H. M. Nur Kholis Setiawan dalam kata pengantarnya pada
buku ini, tentu saja menyebabkan kondisi pemikiran dan kehidupan beragama di
Indonesia menjadi tidak kondusif.
Buku ini ternyata mengungkap banyak masalah, khususnya yang berkaitan
dengan epistemologi Islam. Secara komprehensif, buku ini menyuguhkan cara baca
(model kritik) atau metode verifikasi, manfaat dari hasil kritik secara praktis
dan simplitis. Aksin Wijaya, penulis buku ini, telah berhasil merangkum
berbagai informasi dan kajian yang berkaitan dengan kritik seperti hal nya
kritik Al-Ghazali, Ibnu Rusy, Thaha Husein, dan Abid Al-Jabiri, demikian pula
upaya solutif verifikasi kebenaran sebuah fakta versi masing-masing dari ke
empat pemikir di atas; seperti Al-Ghazali dengan prinsipnya, “Epistemologi
Keraguan”. Buku ini juga sekaligus memuat deskripsi metodologis kritis atas
kebenaran informasi sebagaimana diutarakan oleh lawan yang berpolemik.
Bagi pembaca Indonesia yang belum pernah bersentuhan dengan metode
kritik, barangkali bisa terbantu dengan membaca buku ini. Tetapi juga tidak
menutup peluang bagi para pengkaji yang lain, karena buku ini dapat merangsang
penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan metode penelitian selanjutnya.
Selamat membaca dan memiliki buku ini.