Friday, November 29, 2019

MEMBUMIKAN AL-QURAN TERHADAP MASYARAKAT MILLENIAL

Resensi dimuat kabar madura


Alquran adalah kitab suci yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw melalui pelantara malaikat Jibril. Ia berisikan risalah ilahiah. Melalui kitab ini, Nabi Muhammad mengajarkan kepada umatnya mengenai risalah ilahiah ini agar dengannya umat Islam khususnya dapat mengambil pelajaran dari kitab sucinya.

Sebagai kitab suci yang berisikan kalam Tuhan tentu saja umat Islam dan semua elemin manusia tidaklah dengan mudah akan mampu mempelajari dan memahaminya. Sehingga butuh peran serta kehadiran guru untuk mengajarkannya, baik melalui pembacaan secara literal atau menjelaskan substansi kandungan ayat-ayat Alquran. Dengan demikian, maka Nabi Muhammad inilah kemudian dipilih oleh Allah Swt untuk mewakili-Nya menyampaikan (tabligh) risalah-risalah-Nya ini kepada seluruh umat manusia ini.

Semasa hidup Rasulullah, tidak sedikit dari kalangan umat Islam telah belajar langsung kepadanya. Mereka inilah disebut sebagai para sahabat Nabi. Selanjutnya, Islam terus mengalami perkembangan yang signifikan pasca hijrah. Nabi mengutus para sahabatnya ke berbagai wilayah agar mengajarkan Alquran dan beberapa displin ilmu serta memberikan cerminan kepribadian yang baik kepada masyarakat luas.

Ketika itu, disiplin ilmu belum dibukukan. Dengan bekal hafalan yang kuat, umumnya para sahabat mengingat pesan-pesan yang didapatkan dari Nabi, di satu sisi. Di sisi lain, karena khawatir adanya kesalahan membedakan antara Alquran dan hadis. Meskipun ada catatan dari kalangan para sahabat itu sebagai koleksi pribadi mereka saja.

Akan tetapi berbeda ketika Nabi telah mangkat, banyak orang-orang yang tidak pernah berjumpa bersama Nabi merasa haus akan disiplin keilmuan, yang dengan ilmu tersebut dijadikan sebagai pisau bedah dalam rangka menjembatani manusia mendekatkan diri terhadap Tuhannya. Oleh karena itu maka ada sebagian kesadaran kemudian dari kalangan umat Islam untuk melakukan pembukuan beberapa ilmu untuk melindungi agar tidak hilang begitu saja, mengingat bahwa manusia adalah sifatnya pelupa dan tidak akan kekal di muka bumi.

Buku ini berhasil mengelaborasi beberapa capaian tokoh pelaku sejarah yang berusaha merawat sedikit dari beberapa warisan ilmu yang berkaitan dengan Alquran. Dr. Ahsin Sakho Muhammad melalui tulisan-tulisannya memberikan tiga petakan. Dr. Ahsin menyebutnya sebagai pintu masuk dalam mempelajari ilmu Alquran: pertama, pembacaan teks; kedua, penulisan teks; ketiga, pemahaman teks.

Melalui buku ini, pembaca pada umumnya dan pecinta Alquran khususnya akan dipandu langsung oleh penulis melalui buku ini terkait dengan bagaimana cara memahami Alquran melalui tiga dimensi tadi. Mantan rektor Institut Ilmu Alquran Jakarta (2005-2014) sekaligus pakar ilmu qiraah dan ilmu-ilmu Alquran, melalui tulisan-tulisannya ini, telah berhasil menyuguhkan beberapa poin penting untuk memudahkan pembaca di dalam mempelajari ilmu Alquran melalui tiga dimensi yang telah beliau petakkan tersebut.

Berbeda dengan kitab tafsir yang secara parsial membahas tema per tema, yang terkadang oleh sebagian orang merasa agak membingungkan, baik dikarenakan tidak adanya penguasaan membaca kitab tafsir berbahasa Arab, atau disebabkan tebalnya buku-buku tafsir meski telah berbahasa Indonesia, sehingga memberatkan pembaca untuk menyelessaikannya, maka tidak demikian dengan buku terbitan Qaf Media Kreativa ini.

Dengan pemetakan tiga dimensi tadi, di samping kemasan buku ini ditulis dengan format tanya jawab, mampu menghadirkan beberapa suguhan menarik yang mampu memudahkan para pecinta Alquran untuk menguasai ketiga displin ilmu seketika: ilmu qiraah—atau yang disebut dengan pembacaan teks, penulisan teks dan terakhir berkenaan dengan pemahaman teks. Inilah menariknya buku ini yang tidak ditemukan pada beberapa buku lainnya. (*)

Wednesday, November 13, 2019

Kebersamaan Itu Indah, lho.


Hakikat manusia terlahir fitrah. Mereka diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabdi. Berkenaan dengan mengabdi, Allah mengajarkan manusia agar menempuh dua cara: pertama, hubukan vertikal, seperti melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya; kedua, hubungan horizontal (antar sesama hamba), seperti gotong royong, ramah dan dermawan dan lain-lain.

Fitrah manusia terkadang melemah diakibatkan oleh lingkungan dimana mereka tinggal. Ada yang mengatakan, pendidikan terbaik adalah pendidikan keluarga. Ketika keluarga telah berhasil mendidik keluarga --dlm hal ini anak--dengan baik besar harapan anak akan terbentuk dengan baik. Begitupun sebaliknya.

Selain keluarga, teman sekitar. Akibat pergaulan menyebabkan --bisa jadi-- malapetaka. Perubahan secara dinamis kemungkinan terjadi. Akhlak terkikis. Ketika ini terjadi jangan salahkan anak-anaknya.

Arek-arek (sebutan lain dari anak-anak) Prang Alas memiliki cara berbeda mengantisipasi dekadensi moral ini. Kebersamaan adalah cara mereka membangun ikatan emosional, sehingga dg demikian setiap individu telah dengan sendirinya akan terbentuk rasa kesadaran yang telah mengikat tanpa harus selalu dipandu melakukan hal yang sama.

Thang Nyamah Umam menjadi pionir dalam acara ini. Implementasi kebersamaan ini bertujuan menyemai benih-benih ukhuwah islamiah, ukhuwah Basyariah dan ukhuwahnya Wathaniyah, sehingga kontekstualisasi ajaran Islam terus memaripurnai setiap sikap mereka.
Sebagai pendekatan kebersamaan adalah alternatif agar mereka tidak terjun ke perbuatan yg sama sekali tidak mencerminkan akhlak yang tak terpuji.

Dengan kebersamaan seperti ini akan lahir komunikasi yang baik. Akan lahir motivasi dari senioritas ke adik kaderisasi untuk diarahkan, dituntun ke yg lebih baik, tentunya.

Semoga usaha ini tdk saja menginspirasi kalangan muda; khususnya mahasiswa, tetapi juga kalangan tua yg lebih mendahului kita, termasuk di sini dari segi umur lebih mengenal pendidikan terlebih dahulu dari pada kami.