Saturday, May 30, 2020

Cara Capat Menyusun Tugas Akhir; Skripsi, Tesis dan Disertasi



Judul: Metodologi Penelitian Kuantitatif
Penulis: Prof. Fred L. Benu dan Prof. Agus S. Benu
Penerbit: Prenadamedia
Cetakan: Pertama September 2019
Tebal: xii + 358 halaman
ISBN: 978-623-218-255-4
Oleh: Ashimuddin Musa

Mahasiswa semester akhir pasti akan melakukan penelitian sebagai pemenuhan tugas akhir. Tidak sedikit dari mereka terkadang merasa kesulitan dalam menyusun laporan akhir tersebut. Di satu sisi karena minimnya bahan literasi mereka.

 Di sisi lain, karena dalam menulis tugas akhir ini ada langkah-langkah konkret yang harus diperhatikan agar mereka bisa menyelessaikan tugas akhirnya dengan sempurna.

Buku ini berisikan tentang beberapa informasi berkenaan dengan pembahasan metodologi penelitian. Metodologi penelitian ini adalah sebuah jalan untuk menuju puncak (objek aatau sasaran yang dituju) penelitian.

 Untuk menuju puncak  ada banyak jalan yang membingnungkan, sehingga melalui jalan-jalan ini para peneliti harus melewatinya. Jalan-jalan dimaksud adalah sebuah langkah atau proses. Atau dengan kata lain sebagai metode. Bagaimana cara mengingat banyak jalan yang terkadang membingungkan sementara ingatan dan pemaahaman para peneliti sangat terbatas?.

Memimpikan menyusun karya tulis ilmiah sebagai pemenuhan tugas akhir agar segera selessai adalah bukan perkara mudah. Terkadang, banyak mahasiswa tidak segera menyelessaikan studinya bukan karena materi perkuliahannya tidak kunjung selessai, melainkan karena ada beberapa faktor yang beralasan sehingga mereka tidak segara diwisuda. Misalnya, karena tidak segera menyususun karya tulis ilmiah (skripsi, tesis dan desertasi) sebagai tugas akhir.

Dalam menyusun tugas akhir ini, para mahasiswa ataupun peneliti setidaknya telah menguasai dan memahami metode-metode penelitian. Ibarat jalan raya, beberapa metode penelitian ini berfungsi sebagai petunjuk jalan yang dapat memberikan informasi bagi siapapun. Melalui petunjuk jalan ini, seseorang akan terbantu menemukan titik sasaran yang dituju.

Demikian halnya metode-metode penelitian. Ia menjelaskan prosedur atau proses untuk mencapai objek atau sasaran yang ingin dicapai sehingga berkaitan dengan prosedur sistematis, teknik, atau cara penelitian yang dilakukan sedemikian rupa supaya sesuai dengan disiplin atau seni tertentu (hlm. v).

Para mahasiswa tidak perlu khawatir tugas-tugasnya tidak kunjung selesai jika yang bersangkutan telah benar-benar memahami pengertian metodologi penelitian dengan sebaik-baiknya.

Pembahasan metodologi penelitian hanya memberikan jalan, menuntun para mahasiswa atau peneliti pada suatu arah yang lebih rasional, benar, dan tepat sasaran, sehingga tidak diperlukan lagi celoteh “saya tidak faham”; “sayab tidak tahu cara memulainya”; dan lain sebagainya kepada dosen pembimbing yang bertugas membimbing dalam proses penyusunan tugas akhir, tinggal bagaimana mereka sanggup menjalaninya.

Biasanya keluhan mereka di seputar ide. Padahal ide-ide tersebut berseberangan di sembarang tempat, ruangan, alam bebas dan di manapun. Tidak percaya diri mereka aja yang berlebihan sehingga takut memberanikan diri menyusun tugas akhir tersebut. Padahal manusia itu mampu menalar sesuatu yang abstrak yang terletak dalam ranah pengetahuan tentang ketidaktahuan termasuk ketidaktahuannya tentang segala sesuatu yang tidak diketahui yang terletak dalam keseluruhan universum menjadi objek imajinasi manusia (hlm. 13-14).

Secara garis besar, keseluruhan buku ini hadir dalam upaya membantu mengurangi kebingungan para calon peneliti dalam melakukan penyusunan karya tulis ilmiah sebagai tugas akhir. Buku ini diberi judul metodologi penelitian karena pembahasannya sangat luas dari metode penelitian. Oleh karena itu, bagi calon peneliti kiranya membaca dan memiliki buku ini sangat penting.

Tulisan ini telah terbit di Koran Mata Madura

Lebih Mengenal Sang Hujjatul Islam, Imam Ghazali



Judul Buku: Biografi Imam Al-Ghazali
Penulis: Dr. Izzudin Ismail
Penerbit: PT Qaf Media Kreativa
Cetakan: 1, Oktober 2019
Tebal: 197
ISBN: 978-602-5547-61-4
Oleh: ASHIMUDDIN MUSA


Dunia Islam tidak melulu berisi doktrin dan teologi, yang merangkum ensiklopedi perang, melainkan tentang sebuah prestasi. Hal tersebut tentu merupakan sebuah keberhasilan luar biasa dalam sejarah umat Islam. Keberhasilan dimaksud adalah merubah senjata pedang menjadi senjata pena.

Secara historis, perjuangan bangsa Arab, untuk memerdekakan bangsanya, pada dasarnya bukanlah perjuangan dalam bentuk kekerasan. Seperti yang kita yakini, Islam mengajarkan pemeluknya urgensinya sikap ramah. Baik terhadap sesama muslim maupun antar sesama. Jika ada sekelompok orang yang mengaku muslim namun dalam kesehariannya masih tampak kasar pada sesamanya, sejatinya keimanannya masih perlu dipertanyakan. Sudah banyak yang membuktikan bahwa perang tidak dapat memecahkan masalah, mampu membebaskan manusia dari jeratan penindasan dan penjajahan, serta mampu menundukkan manusia pada derajat sebagai insan. Sebab itulah, senjata yang paling ampuh bangsa ini, yang membuatnya mulia, adalah senjata pemikiran, rasional, dan spiritual.

Imam Al-Ghazali termasuk salah satu tokoh muslim yang ikut memainkan peran penting dalam memajukan Islam. Dia telah ikut meramaikan literatur-literatur keislaman setelah Al-Kindi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, dan Ibnu Khaldun. Ia representasi cendekiawan dari kalangan ulama. Kehebatannya telah diakui semua kalangan. Belum pernah ditemukan ulama hebat selain Al-Ghazali pada masanya. Saking hebatnya, gurunya, Al-Juwaini, mengaguminya sembari menyinggung kelebihan Al-Ghazali, sehingga ia menyipatinya seperti lautan yang sangat dalam.

Tidak seperti cendekiawan muslim pada umumnya yang ketika mendalami sebuah ilmu cukup berhenti pada tataran teoritis tetapi tidak berlanjut pada tataran praksisnya, Al-Ghazali justru tidak demikian. Mempelajari Ilmu menurutnya tidak sekadar semata-mata petualangan-petualangan yang dibacanya dalam buku. Akan tetapi, bagaimana ilmu tersebut dapat menyingkap fenomena yang sangat prinsipil dan khusus. Buku ini menjelaskan trik Al-Ghazali berhasil menemukan ilmu yang dapat memuaskan akalnya di samping menjelaskan pula tentang kekeliruan-kekeliruan para penuntut ilmu.

Menurut Al-Ghazali, untuk menemukan hakikat kebenaran, seseorang harus bisa memisahkan antara ruh dan akalnya sebelum mencapai hakikat kebenaran. Tanpa melalui proses jangka panjang dan kontinuitas, yang terdiri dari fase bertanya, meneliti, menyelidiki, dan menyingkap, keimanan akan menjadi sulit dicapainya. Sebab, hanya melalui proses demikian itulah keimanan seseorang akan selalu datang (hlm. 45).

Buku biografi Imam Al-Ghazali ditulis oleh Dr. Izzudin Ismail. Di dalamnya juga dilengkapi terjemah dari kitab al-Munqidz min al-Dhalal (Penyelamat dari Kesesatan), mengantarkan kita pada lebih mengenal sosok Sang Hujjatul Islam. Apa yang telah diperjuangkan beliau semasa hidupnya telah memberikan kontribusi luar biasa untuk menunjukkan kematangan pemikiran. Karena pemikiran (rasional) menurutnya adalah sebagai komandan perilaku dan penopang keimanan. Dialah yang telah meletakkan rasio untuk melayani keimanan.

Tak jemawa buku ini akademis. Pembaca dari latar belakang pendidikan manapun boleh membacanya. Buku ini bisa dijadikan referensi bagi intelektual baik dosen maupun mahasiswa agar terhindar dari bahaya atau kesesatan dari pemikiran-pemikiran ahli pikir yang tidak tahu Islam, serta mengagumi para filosof secara berlebihan—yang berpotensi menyesatkan. (hlm. 112). (*).


(* Tulisan ini telah terbit di Koran Mata Madura