Sunday, January 19, 2020

Menelusuri Rahasia dan Mempelajari di Balik Rahasia


Islam adalah agama yang turun dari langit--sebuah istilah bukan berarti menganggap Allah SWT mempunyai tempat. Di dalamnya terkandung ajaran-ajaran normatif yang harus diketahui pemeluknya untuk mengantarnya pada pemahaman yang sempurna.

Islam memiliki kedalaman makna. Tiap orang dibekali akal tujuannya untuk menalar setiap pesan dari tiap-tiap ayat dalam Alquran dan Hadis. Keduanya ini diposisikan sebagai sumber otoritatif Islam, karenanya keduanya dipercaya sebagai landasan normatif hukum Islam.

Sebagai Alquran yang teksnya statis maka, seiring pergeseran zaman, ia harus selalu diusahakan dikontekstualisasikan. Manusia yang memiliki peran sebagai Khalifah, dengan pemahamannya yang dinamis, tentu saja sulit untuk menunjukkan bahwa ia telah benar-benar objektif dalam mengutarakan hukum. Sehingga, untaian kata-kata belum bisa kita kategorikan sebagai sesuatu yang normatif dan karenanya wajib diikuti.

Setidaknya kita jangan sampai berharap bahwa untaian kata-kata dari tiap-tiap manusia dihakimi sebagai sesuatu yang absolut, karena tidak ada yang absolut selain Allah SWT itu sendiri. Manusia sebagai wakil Tuhan, dengan segala kerendahan hati, jangai sampai menaruh perasaan bahwa sesuatu yang disampaikannya itu sebagai sesuatu yang benar, kendati menilai sesuatu yang menjadi keyakinan orang lain sebagai sesuatu yang sesat, tempatnya di neraka, oleh karenanya wajib tidak diikuti.

Para ulama kita tidak mengajarkan seperti itu. Mereka menyadari, kemungkinan sesuatu yang mereka pahami sebagai seduatu yang baik (benar), besar kemungkinan juga salah. Imam Syafi'i, misalnya, berbeda pandangan dengan gurunya dalam memahami sebuah kasus, karena baginya sesuatu yang diyakininya telah baik, kendati tidak menutup orang-orang yang tidak sepaham dengannya wajib mengikutinya.

Ini menunjukkan sikap keterbukaan para ulama kita. Sebagai wakil Tuhan tentu berat ketika menjelaskan sebuah perkara tetapi kemudian sesuatu yang disampaikan belum bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang baik.

Berkenaan dengan hal tersebut, bukan berarti setiap orang bisa melakukan penalaran hukum sendiri, diakibatkan kekhawatiran terhadap kesewenang-wenangan. Meskipun imam Syafi'i berbeda dengan pemahaman gurunya, bukan berarti ada indikasi siapapun boleh berijtihad. Para ulama sepakat, ada kriteria khusus untuk bisa menjadi mujtahid (baca: mujtahid).

Alhasil, Sebagai agama yang hanif Islam mengandung beberapa ajaran yang bersifat universal yang penting diketahui setiap hamba untuk bisa sampai pada rahasia-rahasia ajaran Tuhan yang terhampar di alam semesta dan di dalam diri kita; mengarahkan kita menuju kedalaman hakikat dan menyatu dengan Sang Hakikat. (*).