Demikian orang-orang mengistilahkan pergantian musim. Kalau di daerah seperti di pelosok desa, pergantian musim menjadi momen paling menarik. Biasanya, masyarakat setempat memiliki aneka ragam aktivitas yang padat, seperti menanam tembakau tembakau, bawang, membakar batu kapur (gampin kata orang madura) dan semacamnya. Sebab, dengan pekerjaan itu kebutuhan hidup dapat terpenuhi.
Kyai Hari merupakan tokoh setempat. Dia adalah penduduk desa "Tana Mira". Penghasilannya dia dapatkan dari bertani. Selain itu, Kyai ini sangat tekun beribadah dan membimbing anak-anaknya belajar Alquran dan ilmu-ilmu lain.
Kyai Hari ini memiliki dua anak laki-laki. Yang tertua sudah kuliyah, sementara yg termuda masih di MA.
Kyai hari berambisi kuat putra-putranya bisa menguasai ilmu agama Islam, seperti memahami baca kitab kuning, karena dengan menguasainya memudahkan memahami substansi agama.
Berbagai usaha dilakukan agar kedua putranya betah di pesantren.
Sebenarnya, kedua putranya oleh Kyai Hari disekolahkan di pesantren, pesantren ternama di Madura. Pesantren ini pada esensinya adalah tertua di Madura. Di pesantren inilah kedua putra Kyai Hari diletakkan. Akan tetapi Tuhan menakdirkan lain, putra termudanya tidak terlalu lama belajar di pesantren karena terlalu sering kesakitan. Akhirnya, ia pindah ke pesantren yang tdk terlalu jauh dengan tempat tinggalnya.
Kyai Hari, selain sebagai orang yg tidak pernah belajar ilmu seperti teknologi, politik, tetapi dia bisa merasakan kegelisahan putra-putranya.
Hanif, putra termuda, misalnya. Dia tampak gelisah ketika merespon teman-teman sejawatnya memiliki alat hiburan seperti HP. Dia berusaha keras melakukan caranya agar keinginannya tercapai, mulai dari beralasan bahwa HP itu adalah kebutuhan primer yg dengannya memudahkan belajarnya.
Memang, sekarang, segala hal terakomodasi di internet. Segala sesuatu ada di dalamnya. Karena itu semua orang tertarik untuk memilikinya, tidak terkecuali Hanif, putra termuda Kyai Hari itu.
Kyai Hari mulai menangkap permainan politik putranya itu. Akan tetapi Kyai Hari berusaha untuk tidak segera mewujudkan apa yg menjadi keinginan putra termudanya. Kyai Hari khuwatir, dg diwujudkannya keinginan Hanif, putra termudanya, dapat mengurangi semangat belajar.
Sementara putra tertuanya, Muddin, tidak terlalu sensitif, meskipun pada kenyataannya ia juga tertarik untuk memilikinya. Ia lebih tertarik membeli buku dari pada mainan itu. Sebab baginya, buku adalah teman karibnya. Dan dengan bukun itu, dapat mengetahui banyak hal tentang dunia. Ia bisa menjelajahi dunia dengan buku-buku tersebut.
Tana Mira yg merupakan tempat kelahiran Hanif terdiri dari beberapa pemuda. Bahkan, secara entitasnya, lebih banyak jumlah laki-laki dari pada perempuan.
Pemuda di Tana Mira ini dari dulunya dikenal sebagai orang yg ramah, santun, suka bersahabat. Mereka terjauh dari sikap skeptis yg apabila melihat orang yg menurutnya asing, kemudian mereka mengabaikannya, justru mereka sebaliknya. Semangat menjunjung tinggi solidaritas sangat tertanam kuat-kuat pada diri mereka.
Oleh karenya Hanif menjadi tidak betah di pesantren keduanya karena dia sudah terlanjur membangun persahabatan dengan teman sejak di rumahnya.
Padahal, sebentar lagi dia hampir diwisuda. Wisuda sebagai santri terbaik karena kemampuannya menyelessaikan studinya di pesantren keduanya itu. Pesantrwn keduanya ini terkenal dengan sistem terbaiknya mencetak kader santri yg berpengalaman menguasai kitab tutast. Karena itu, Kyai Hari tidak mau membelikan Hanif seperti HP agar masa belajarnya menjadi maksimal.
Terus bagaimana sikap Hanif merespon kedua orang tuanya dan kakaknya, Muddin?
Apa yg terjadi dengan Hanif setelah dia tidak dapat menggapai apa yg menjadi citanya, apakah dia berlagak seperti orang brutal, yg berharap agar ayahnya membelikan keinginannya?