“Sebenarnya saya tidak setuju atas perilaku Hasan,” kata Febri
kepada Marzuki mengawali pembicaraan.
“Emangnya kenapa dengannya?” kata Marzuki.
“Tidak suka aja”
“Ea kenapa, kok
tumben kamu gitu. Kamu gak biasanya seperti ini. Yang saya tau, kamu suka bersahabat
dengan siapa saja. Sementara sekarang, tumben kamu marah-marah sama seseorang”.
Febri mimang
dikenal oleh teman-temannya sebagai orang pendiam. Hari-harinya kegiatannya,
kalau tidak membaca buku, biasanya dia ngompul-ngumpul bersama teman-temannya,
bergurau dan lain-lain. Selain itu, dia terkenal kalem dan santun. Karenanya
menjadikan Marzuki terheran-heran ketika melihat Febri kedapatan tidak seperti
biasanya; marah-marah pada Hasan, temannya sendiri di kepengurusan pesantren,
tempat mereka belajar. Dan karenanya, Marzuki mengklarifikasinya dengan harapan
mendapatkan kejelasan darinya, Febri.
“Saya tidak marah-marah, karenanya itu bukan karakterku”
“Terus kenapa,” tanya Marzuki berharap mendapatkan kejelasan.
“Aku hanya tidak suka terhadap perilakunya itu”
“Perilaku yang di mana. Sepertinya, dia biasa-biasa saja, hanya saja
saya sering melihat dia suka ketawa terbahak-bahak, atau dia terkadang
joget-joget saat mendengarkan musik yang dia sukai”
“Nah itu masalahnya. Kita kan tahu kalau kita senioritas di sini.
Sebagai senioritas, pastinya harus mendidik adik-adik kita kepada perilaku yang
sepantasnya, sebagaimana kita diajarkan oleh kakak senior kita dulu. Apakah
kamu pernah diajarkan bersikap seperti ini oleh senioritas kita pada saat kita
baru masuk pondok ini?”
“Tidak juga sih”
“Nah, itu
masalahnya”
Lanjut cerita
di edisi berikutnya.