Wednesday, July 25, 2018

Berfikir Positif Melalui Metode Kritik



Berfikir Positif Melalui Metode Kritik

            Judul Buku                  : Nalar Kritis Epistemologi Islam
            Penulis                         : Dr. Aksin Wijaya, MA
            Penerbit                       : Kalimedia
            Cetakan                       : I, 2017
            Tebal Buku                  : xix + 271 hal.
            Peresensi                     : Ashimuddin Musa*

Sebagai buah dari hasil kreasi manusia, pemikiran tidak bisa dilepaskan dari ruang kritik. Sebab setiap pemikiran merupakan anak zaman atau respon intelektual penulis terhadap realitas yang dihadapinya, baik realitas sosial-politik maupun keagamaan di mana orang-orang yang hidup di zaman tersebut merasa tidak puas atas kondisi zaman yang terus berkembang, sementara hasil pemikiran bersifat dinamis. Respon inilah yang menjadi alasan dia menulis.
Selanjutnya, mengkritisi sebuah pemikiran bukan berarti kita kurang menghargai hasil pemikiran orang lain, melainkan mengkritisi adalah tindakan konkrit untuk menemukan kebenaran yang realistis. Sebab dengan kritik, dapat diketahui apakah gagasan yang diusung oleh sang pemikir tersebut bisa dipertahankan sebagai kebenaran, atau malah sebaliknya. Di sisi lain, dengan mengkritisi dapat menghadirkan kembali kekayaan-kekayaan pemikir kritis yang hilang dari peredaran sejarah. (hal: v) Selain untuk menghadirkan kembali kekayaan-kekayaan pemikiran kritis tersebut, mengkritik di suatu sisi berfaidah dapat mengungkap secara otentik biografi tokoh, sosial-budaya yang melingkupinya, dan realitas zaman di mana ia hidup. (Hal: 7) Dengan refleksi otentik dari pengalaman sang tokoh inilah, akan diketahui pada sisi yang mana kelebihan dan kekurangan tokoh tersebut.
Dr. Aksin Wijaya, MA., melalui bukunya, “Nalar Kritis Epistemologi Islam,” berusaha menghadirkan kembali secara kritis para kritikus muslim kepada para pembaca, yang butir-butir pemikiran mereka, oleh Aksin, disampaikan secara apik dan sangat detil serta dengan bahasa yang cukup sederhana sekali. Aksin memandang penting menghadirkan kembali ke tengah-tengah kita butir-butir pemikiran para kritikus muslim, yang terkadang oleh sebagian kalangan dinilai kontroversial, terutama mereka yang berfikir progresif-liberal sebagai tertuduh pendosa yang harus dieliminasi dari belantika pemikiran Islam Indonesia. Tanpa harus melakukan verifikasi dan pembacaan lebih jauh lantas mengklaim bahwa dia telah menodai Islam.
Sebelum memulai penilaian pada hasil karya orang lain, apalagi sampai melakukan klaim kebenaran, sembari menuduh sesat pihak luar yang bersebrangan dengan kelompok kita, terlebih dahulu, tegas Aksin, harus menyelami proyek nalar interpretasi mereka serta keilmuannya. Langkah ini menurutnya telah direpresentasikan sendiri oleh Al-Ghazali. Ketika Al-Ghazali mengkritik kelompok mutakallimin, misalnya, sementara dirinya berada pada posisi sebagai mutakallimin. Artinya, Al-Ghazali terlebih dahulu menyelami kelompok kalam ini untuk mengetahui dan mendapatkan penyegaran di dalamnya. Dari sana kemudian, Al-Ghazali menemukan sesuatu yang cacat dari pandangan mereka, bahwa kelompok ini tidak memberikan kepuasan pada dirinya, lantaran dalam berargumen, mereka menggunakan premis-premis lawan untuk meyanggah argumen lawan polemiknya. Sedangkan tujuannya berargumen bukan untuk menemukan kebenaran baru, melainkan untuk memuaskan dan menjatuhkan lawan polemiknya. (Hal: 41)
Kami tegaskan kembali, bahwa tradisi kritik bukanlah perbuatan yang keberadaannya baru muncul di era kekinian. Tradisi kritik sudah ada sejak dahulu. Kebiasaan mengkritik itu dilakukan karena adanya keraguan yang melingkupi tokoh yang lain sehingga ada rasa keingintahuan terkait kebenarannya. Buku ini dihadirkan sebagai respon atas banyaknya tuduhan-tuduhan yang kerap kali dialamatkan kepada kelompok-kelompok di luar yang tidak sama dengan komunitas dan idiologinya. Sehingga, tindakan seperti itu, sebagaimana disampaikan oleh Prof. H. M. Nur Kholis Setiawan dalam kata pengantarnya pada buku ini, tentu saja menyebabkan kondisi pemikiran dan kehidupan beragama di Indonesia menjadi tidak kondusif.
Buku ini ternyata mengungkap banyak masalah, khususnya yang berkaitan dengan epistemologi Islam. Secara komprehensif, buku ini menyuguhkan cara baca (model kritik) atau metode verifikasi, manfaat dari hasil kritik secara praktis dan simplitis. Aksin Wijaya, penulis buku ini, telah berhasil merangkum berbagai informasi dan kajian yang berkaitan dengan kritik seperti hal nya kritik Al-Ghazali, Ibnu Rusy, Thaha Husein, dan Abid Al-Jabiri, demikian pula upaya solutif verifikasi kebenaran sebuah fakta versi masing-masing dari ke empat pemikir di atas; seperti Al-Ghazali dengan prinsipnya, “Epistemologi Keraguan”. Buku ini juga sekaligus memuat deskripsi metodologis kritis atas kebenaran informasi sebagaimana diutarakan oleh lawan yang berpolemik.
Bagi pembaca Indonesia yang belum pernah bersentuhan dengan metode kritik, barangkali bisa terbantu dengan membaca buku ini. Tetapi juga tidak menutup peluang bagi para pengkaji yang lain, karena buku ini dapat merangsang penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan metode penelitian selanjutnya. Selamat membaca dan memiliki buku ini.