Dimuat di Harian Analisa edisi Jum'at, 9 Agustus 2019 |
Wali Songo selalu menjadi topik hangat yang terus diperbincangkan dalam kajian sejarah Islamisasi Nusantara. Sebagian mereka ada yang mendukung sebagian lagi menolaknya. Mengapa mereka menolak? Menurut Agus Sunyoto, penulis buku ini, karena bagi mereka sejarah adalah hanya hasil konstruksi para elite pemenang. Sebuah argumentasi kontroversial.
Sebagai bentuk penolakannya, terbit beberapa buku sanggahan terhadap sejarawan yang mendukung keberadaan peran Wali Songo ini. Di antaranya tulisan Sjamsudduha berjudul "Walisanga Tak Pernah Ada?" Yang berisi asumsi-asumsi argumentatif yang menjelaskan bahwa Wali Songo tidak pernah ada. Kemudian, gugatan lain juga muncul dari sekelompok intelektual yang tulisan-tulisannya mengingkari keberadaan Wali Songo dari ranah sejarah. Tulisan-tulisan tersebut dikodifikasi dalam Ensiklopedia Islam terbitan Ikhtiar Baru Van Hoeve.
Buku Atlas Wali Songo yang ditulis oleh Agus Sunyoto adalah buku pertama yang mengungkap Wali Songo sebagai fakta sejarah. Di dalamnya diuraikan bukti-bukti faktual terkait sejarah berkembangnya Islam di Nusantara dengan penuh ketelitian dan kehati-hatian. Melalui proses jangka panjang akhirnya buku ini diterbitkan oleh penerbit pustaka IIMaN bekerjasama dengan LESBUMI PBNU, yang saat ini sudah memasuki cetakan ke VIII.
Agus Sunyoto dalam buku ini memberikan peta perjalanan para pendakwah Islam yang dibawa oleh kaum muslimin dari Arab, India dan China melalui kontak perdagangan. Dari sini, para pedagang muslim, selain ada tujuan untuk berdagang ke kawasan Asia Tenggara, mereka juga memiliki gairah (spirit) serta komitmen yang kuat untuk menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar dengan keteladanan moral, kasih sayang, kedermawanan, toleransi, pendekatan persuasif, dan penampilan beberapa karamah (hlm. 47).
Islam yang dipromosikan Wali Songo adalah Islam rahmatan lil alamin: sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dalam dakwah, mereka tidak mengesampingkan etika Islam. Etika Islam yang dimaksudkan adalah mengajarkan kesejukan, keadilan, damai, emansipatoris, toleransi, dan tidak membenci.
Dengan keteladanan moral, di samping karamah-karamah yang dimilikinya, menjadikan Islam begitu melekat dalam kehidupan penduduk Nusantara yang sudah mengalami proses Indianisasi. Pun demikian, mengembangkan pemahaman yang sepakat untuk mendamaikan dunia keilmuan dengan dunia politik serta spiritualitas guna membangun peradaban Islam sehingga cocok dengan kondisi bangsa yang majemuk.
Dengan tidak menyertakan nama-nama para wali di dalam buku sejarah islamisasi Nusantara dengan pertimbangan berbeda faham dan aliran, tindakan seperti inilah, selain melakukan distorsi dan pemelintiran terhadap kebenaran faktual, juga mengakibatkan perpecahan karena pesan yang disampaikannya tidak lagi objektif, tetapi sudah bercampur dengan kepentingan politik kelompoknya.
Usaha penghapusan Wali Songo dalam penyebaran Islam di Nusantara, menurut Sunyoto, tidak bisa ditafsirkan lain kecuali merupakan usaha-usaha sistematis dari golongan minoritas untuk membasmi paham mainstream Islam Nusantara dengan cara menghapuskan keberadaan Wali Songo dari konteks sejarah