Monday, July 1, 2019

Muslim Beriman Era Digital



Era digitalisasi adalah era serbaada. Apa-apa yang tidak pernah ada di zaman old, di kini sudah mudah diakses. Teknologi dalam perkembangan arus produksi, konsumsi dan distribusi informasi memegang peranan cukup signifikan. Urgensi peranan teknologi dalam proses massifikasi informasi terjadi ketika hasil teknologi membantu mengubah pola komunikasi yang dibatasi oleh ruang dan waktu menjadi pola komunikasi informasi tanpa batas.

Kemajuan teknologi saat ini memberikan kontribusi positif bagi yang betul-betul memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Seperti untuk dunia pendidikan, internet, misalnya, sudah menjadi tuntutan sekaligus kebutuhan yang berfungsi sebagai media dan metode pembelajaran serta sumber ilmu pengetahuan yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja. Tetapi tidak salah untuk dikatakan pula bahwa keberadaannya -sampai derajat tertentu- menjadi penghambat atas berlangsungnya keimanan umat muslim.

Internet, sebagaimana telah disebutkan di atas adalah salah satu contoh mendasar dari kemajuan digitalisasi. WhatsApp (WA) dan Facebook (FB) adalah bagian darinya. Melalui media massa (medsos), seseorang bisa berbagi pengalaman, bertukar gagasan, menyalurkan tulisan, dan berkirim gambar, voice, video dan sejenisnya. Dengan demikian, pada dasarnya teknologi bersifat baik, sehingga tidak mengherankan apabila terjadi perubahan dari media massa tradisional menjadi media massa baru.

Era Modern, Era Informasi
Saat ini, kehidupan kita sudah memasuki era baru yang kehadirannya, mau tidak mau, harus kita hadapi. Era tersebut adalah era informasi. Penelitian Alvin Toffler dalam analisisnya menyatakan bahwa era kemanusiaan terbagi atas tiga era pokok, yaitu era masyarakat agraris, era masyarakat industri dan era masyarakat informasi. Terlepas dari validitas penelitian itu, fenomena kehidupan di sekitar kita tampaknya memang membenarkan hasil penelitian itu.

AG. Eka Wenats Wuryanta, mengungkapkan bahwa para pakar komunikasi sepakat bahwa era modern ditandai dengan era informasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa informasi menjadi kebutuhan pokok sehingga dapat dinyatakan dengan ungkapan, "Information is the life blood that sustains political, social an business decision".

Tantangan Keimanan
Dari akar kata "iman" ini pula ada kosakata "aman" dan "amanat". Karena iman harus membawa rasa aman dan menjadikan seseorang mempunyai dan menjalankan amanat. Agar iman yang dimiliki seseorang dapat menumbuhkan adanya perasaan aman serta semakin menjadikan mempunyai amanat, sesungguhnya tidak cukup, bahkan tidak bisa hanya bermodal percaya semata. Aman, rasa aman dan keamanan adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan setiap orang.

Nabi Saw, diriwayatkan imam Abu Dawud, menjelaskan bahwa orang yang berkhianat dan curang itu akan kehilangan agama. Imam Muslim juga meriwayatkan hadits yang menjelaskan bahwa sifat pengkhianat itu merusak iman. Sebab itu dapat dipastikan, bahwa tidaklah beriman seseorang yang tidak mampu memberikan rasa aman kepada orang lain. Keamanan memang bukan segalanya. Tapi, kehilangan rasa aman, orang akan kehilangan segalanya.

Makna iman yang dipahami hanya sekadar percaya harus sudah mulai diperdalam lagi sedini mungkin dalam setiap kajian-kajian keilmuan. Karena sesungguhnya iman itu mencakup tiga hal yaitu meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota tubuh. Jika hanya meyakini dengan hati bukankah setan meyakini bahwa Allah SWT adalah Tuhan semesta alam?. Oleh karena itu, iman harus mendatangkan kedamaian dengan menjalankan amanah sebagai bentuk implementasi dan aktualisasi dari pengamalan ketiga elemen di atas.

Kemajuan teknologi -apakah kita suka atau tidak- tidak mungkin lagi untuk ditolak. Awalnya ada anggapan bahwa globalisasi akan mempersatukan masyarakat dunia melalui penciutan waktu, ruang dan hilangnya batas negara. Pada gilirannya, ia diyakini akan membawa misi luhur untuk kesatuan kehidupan dalam kesetaraan, keadilan dan kedamaian sehingga akan membawa kesejahteraan dan keamanan bagi kehidupan manusia di dunia. Akan tetapi kenyataannya sungguh di luar dugaan tersebut. Prof. KH. Abd. A'la, cendikiawan muslim dan Kyai muda NU, mengungkapkan, bahwa globalitas yang didukung teknologi informasi dalam bingkai neoliberalisme kapitalistik menimbulkan persoalan baru yang menjadi semakin kalut ketika melahirkan liberalisasi informasi.

Terjadinya beberapa perbuatan negatif itu karena masyarakat tidak tahu lagi apa sebenarnya keinginan mereka. Pada saat yang sama, mereka tidak lagi mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Media massa memutarbalikkan fakta (realitas).  Sebagai konsekuensinya, masyarakat dipaksa mengikuti kehendak negara-negara kapitalis yang maju. Mereka dijejali berbagai kebutuhan yang sejatinya mereka tidak atau kurang membutuhkannya. Ketika keimanan melemah, maka tugas manusia sebagai khalifah yang memikul beban untuk menyebarkan sifat-sifat Allah dalam kehidupan untuk membangun peradaban karena kebodohan atau kezalimannya sehingga menyebabkan terbengkalainya "amanat" yang telah Allah berikan (QS. Al-Ahzab (33): 72).

Karena itu, ketika dunia informasi berseberangan dengan nilai-nilai Islam substantif, mereka bukan diharuskan minggir dari panggung kehidupan, atau membendung informasi yang tampaknya tidak mungkin atau sulit dilakukan. Justru mereka hanya dituntut untuk filterisasi. Seiring dengan itu, mereka niscaya merespon secara bijak, atau mengembangkan informasi yang lebih baik. Bukan malah mendukung menggunakan teknologi informasi untuk tujuan yang sewenang-wenang.

Logika digital yang seharusnya digunakan untuk tujuan yang baik, malah dibawa pada situasi di mana terjadi "fethisisme komoditas informasi", dalam arti bahwa informasi yang merupakan sesuatu yang abstrak dijadikan sumber interpretasi realitas yang bersifat konkret. Pencitraan yang dikonstruksi oleh media digital bisa digunakan untuk membentuk citra "sewenang-wenang" yang dilakukan oleh para pelaku media.

Nilai-nilai dan tradisi yang luhur harus terus dikembangkan sebagai upaya mengembangkan informasi dan komunikasi yang transformatif yang dapat memperkuat dan pembumian nilai-nilai ketakwaan dalam arti luas.

*) Tulisan ini dimuat di harian Koran Jawa Pos Radar Madura edisi Senin, 27 Mei 2019.